Home » » Teori Mendel Dalam Ilmu Genetika

Teori Mendel Dalam Ilmu Genetika

Jumat, 10 April 2009 | 10.13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Studi tentang genetika dalam biologi bermula dari penemuan-penemuan seseorang biarawan asal Austria, Gregor Mendel, mengenai penurunan sifat pada pertengahan abad ke-19, pada tahun 1857 tepatnya. Mendel memulai perjalanan saintisnya dengan menanam kacang ercis (Pisum sativum, ada pula yang menyebutnya kacang kapri) di halaman biara tempatnya menuntut ilmu. Mendel kemudian tertarik mempelajari penurunan sifat dari tanaman kacang ercis tersebut. Teori pertama mengenai sistem pewarisan yang diakui kebenarannya adalah teori yang dikemukakan oleh Mendel pada tahun 1865. Pernyataan mengenai hereditas yang sudah berumur panjang pun terjawab seketika. Sejak saat itu, Mendel semakin interns melakukan penelitian sehingga muncullah teori-teori baru darinya yang kemudian menjadi landasan penting di bidang genetika. Teori pewarisan sifat, persilangan, segregasi (pemisahan), serta hukum pemilahan independen yang dinyatakan oleh Mendel secara keseluruhan dikenal dengan istilah “Mendelian”.

1.2 PERMASALAHAN

Dari uraian diatas maka dapat diperoleh masalah tentang apa saja pernanan teori Mendelian dalam teori genetika.

1.3 TUJUAN

Tujuan dalam penyusunan makalah ini untuk memberikan gambaran tentang pentingnya teori Mendel dalam proses pewarisan sifat-sifat induk kepada turunannya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN GENETIKA

Individu yang dihasilkan dari perkembangbiakan secara kawin (generatif) membawa seperangkat sifat yang diwariskan dari induknya atau orang tuanya. Pewarisan sifat-sifat induk kepada turunannya dipelajari dalam salah saru cabang biologi yaitu genetika. Ilmu ini berkembang berkat jasa penelitian Gregor Johan Mendel.

2.2 TEORI MENDELIAN

Mendel menggugurkan hipotesis pencampuran sifat pada organisme dengan teori-teori berdasarkan hasil penelitian. Hipotesis pencampuran adalah suatu gagasan bahwa pencampuran materi genetik dari induk atau orang tua tak ubahnya dengan pencampuran warna kuning dan biru yang selalu menghasilkan warna hijau. Dengan begitu, seandainya hipotesis ini terbukti, akan muncul populasi seragam dari generasi ke generasi. Penelitian Mendel membuktikan bahwa dua karakter berbeda bisa memunculkan karakter-karakter lain yang tidak selalu sama dari generasi ke generasi.

2.2.1 Persilangan Dengan Satu Sifat Beda (MONOHIBRIT)

Persilangan ini dapat untuk membuktikan hukum I Mendel (hukum perpisahan secara bebas = hukum segregasi) yaitu pada saat individu yang heterozigot membentuk sel-sel gamet terjadi pemisahan alel secara bebas.

Dalam suatu persilangan dua varietas yang berbeda, induk galur murni disebut generasi P (pariental, orang tua), dan keturunan hibridnya adalah generasi F1 (filial pertama, keturunan pertama). Kemudian jika dibiarkan lagi F1 menyerbuk baik sendiri maupun buatan, akan menghasilkan F2 (filial kedua, keturunan kedua). Mendel melakukan penelitian sampai tahap melahirkan generasi F2. Hasil penelitiannya tersebut dijelaskan dalam gambar 1. (lihat gambar 1)

Gambar 1.

Dalam terminologi Mendel, warna ungu disebut sifat dominan (kuat), sedangkan warna putih disebut sifat resesif (lemah).

2.2.2 Persilangan Dengan Dua Sifat Beda (DIHIBRID)

Persilangan ini dapat untuk membutikan hukum II Mendel (hukum berpasangan secara bebas = hukum asortasi) yaitu dalam peristiwa peleburan gamet, gen-gen yang semula berpisah secara bebas akan berpasangan secara bebas sehingga keturunan yang dihasilkan beranekaragam.

Dari hukum segregasi, teori Mendelian berkembang menjadi hukum pemilahan independent. (lihat gambar 2)

Gambar 2.

Hasil percobaan pada gambar tesebut menunjukkan bahwa setiap karakter diwarisis secara independent (tidak tergantung satu sama lain, maksudnya penyilangan dua sifat beda YyRr, dua alel untuk warna biji, memisah secara independen dari dua alel untuk bentuk biji. Mendel mencoba tujuh kacang ercis dengan berbagai kombinasi dua karakter berbeda dan selalu mendapatakan perbandingan 9:3:3:1. Dari gambar 2, dapat kita ketahui bahwa perbandingan fenotip selalu tetap, yaitu 3 hijau dengan 1 kuning dan 3 bulat dengan 1 keriput. Pemisahan secara independen dari pasangan alel selama pembentukan gamet inilah yang disebut hukum pemilahan independen Mendel.

2.2.3 Persilangan Dominan Tidak Penuh / Tidak Sempurna (INTERMEDIET)

Sifat intermediet adalah sifat dominan yang dapat dipengaruhi sifat resesifnya apabila keduanya bertemu dalam satu alel, oleh karena itu disebut juga dominasi tidak penuh atau dominasi tidak sempurna.

Kedua alel setiap karakter berpisah selama produksi gamet. Jika suatu organisme mempunyai alel yang sama untuk karakter tertentu, maka organisme tersebut merupakan galur murni karakter tersebut dan akan muncul salinannya di semua gamet. Namun, jika ada alel-alel yang berlawanan, seperti hibrid F1, maka 50% dari gamet mendapat alel dominan, sedangkan 50% lainnya mendapat alel resesif.

Kasus ini terjadi pada bunga Mirabillis jalapa berwarna merah yang disilangkan dengan yang berwarna putih ternyata keturunan pertamanya memiliki fenotip yang berbeda dengan induknya yaitu semua berwarna merah muda. Selanjutnya jika F12 dengan ratio fenotip merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1 sama dengan ratio genotipnya MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1. Diagram persilangannya dapat digambarkan sebagai berikut : disilangkan dengan sesamanya ternyata dihasilkan keturunan F


M

M

m

Mm

merah muda

Mm

merah muda

m

Mm

merah muda

Mm

merah muda

P

F1





M

m

M

MM

merah

Mm

merah muda

m

Mm

merah muda

mm

putih

F1 X F1

F2




BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah genetika menjelaskan tentang pewarisan sifat-sifat induk kepada turunannya. Dan teori Mendel yang membuktikan bahwa dua karakter induk yang berbeda bisa memunculkan karakter-karakter lain yang tidak selalu sama dari generasi ke generasi.


DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Jane B. Reece., Lawrene G. 2000. Mitchell. “Biologi, edisi kelimia, jilid 1”. Jakarta : Erlangga.

Pai, Anna C. 1985. “Dasar-dasar Genetika”. Jakarta : Erlangga.

3 komentar: