BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pendidikan, untuk mendapatkan hasil dari proses pendidikan yang maksimal tentunya diperlukan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Inovasi pendidikan tidak hanya pada inovasi sarana dan prasarana pendidikan serta kurikulum saja, melainkan juga proses pendidikan itu sendiri.
Inovasi dalam proses pendidikan sangat diperlukan guna meningkatkan prestasi kearah yang maksimal. Inovasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, startegi pembelajaran dan metode pembelajaran.
Kewajiban sebagai pendidik, tidak hanya memberikan ilmu tapi juga dapat mengubah perilaku anak didik, memberikan dorongan yang positif sehingga anak didik termotivasi, memberi suasana belajar yang menyenangkan, agar mereka bisa berkembang semaksimal mungkin. Pendidik tidak hanya mengolah otak anak didiknya tapi juga mengolah jiwa anak didiknya. Bila seorang pendidik hanya mengolah otak tanpa memperdulikan jiwa anak didiknya, al hasil mereka tumbuh menjadi robot yang tidak berhati.
Anak didik yang cerdas, bukan saja anak didik yang hasil nilai ulangannya baik, nilai rapornya tinggi, tapi emosional dan fungsi motoriknya berjalan dengan baik sehingga tugas pendidik adalah menciptakan iklim belajar dalam pembelajaran yang sehat dan menyenangkan, memberikan dorongan kepada anak didiknya agar mempunyai motivasi yang tinggi. Karenanya pendidik harus mengetahui model-model pembelajaran sebagai bagian dalam perencanaan mengajarnya, agar anak didik dapat memahami yang diberikan oleh pendidik secara seksama.
Metode pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan metode yang tepat akan menentukan keefektifan dan keefisienan dalam proses pembelajaran. Pendidik harus senantiasa mampu memilih dan menerapkan metode yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Terdapat beberapa metode yang telah lama digunakan oleh para pendidik antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode resitasi. Serentetan metode tersebut bisa dikatakan metode konvensional.
Model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan oleh sebagian besar pendidik yang tidak sesuai dengan tuntutan jaman, karena pembelajaran yang dilakukan kurang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak didik untuk aktif mengkontruksi pengetahuannya.
Salah satu model pembelajaran yang dimungkinkan mampu mengantisipasi kelemahan model pembelajaran konvensional adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran model ini lebih meningkatkan kerja sama antar peserta didik. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari anak didik yang bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan. Dalam pembelajaran ini setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama dan bertanggung jawab baik kepada dirinya sendiri maupun pada kelompoknya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana langkah-langkah menerapkan dan mengatasi kelemahan-kelamahan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja / belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling Ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2. Tanggung Jawab Perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap Muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi Antar Anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini
(Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif)
2.1.1 Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
2.2 Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe pembelajaran, yang salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih terperinci tentang pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap anggota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang didapatkan saat melakukan diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal.
Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.
Tujuan Jigsaw adalah untuk mengembangkan kerja sama tim dan keterampilan dalam pembelajaran kooperatif semua siswa. Selain itu membantu mengembangkan pengetahuan yang mendalam tidak mungkin jika siswa untuk mencoba dan mempelajari semua materi mereka sendiri. Akhirnya, karena siswa diminta untuk mempresentasikan temuan-temuan mereka ke kelompok rumah, Jigsaw belajar akan sering mengungkapkan sendiri seorang mahasiswa pemahaman konsep serta mengungkapkan kesalahpahaman.
2.3 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
2.3.1 Sintakmatik Model
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sbb:
2.3.1.1 Persiapan
1) Materi
Memilih materi dirancang sedimikian rupa sehingga dapat digunakan pembelajaran secara berkelompok. Sebelum materi pembelajaran disajikan, terlebih dahulu dibuat lembar kerja siswa yang akan dipelajari oleh siswa dalam kelompoknya.
2) Menetapkan siswa dalam kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdapat dua macam kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Pembentukan kelompok asal dilakukan oleh guru. Setiap kelompok asal terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Terdapat beberapa petunjuk dalam menetapkan kelompok asal, yaitu:
§ Menetapkan ranking siswa
Ranking ditetapkan berdasarkan prestasi akademik siswa semester sebelumnya. Selain itu juga dapat melalui hasil ulangan sebelumnya.
§ Menentukan jumlah kelompok
Tiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang berkemampuan heterogen. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
§ Membagi siswa dalam kelompok
Setelah menentukan jumlah siswa dalam kelompok, kemudian dilakukan pembagian siswa dalam kelompk diatur seimbang dan heterogen.
Kelompok ahli ditentukan oleh guru dengan mempertimbangkan kemampuan yang baik atau prestasi dari siwa itu sendiri. Guru memilih ahli yang tepat agar dapat membantu menjelaskan kepada anggota kelompoknya sehingga anggota yang lain memperoleh pemahaman yang sama.
2.3.1.2 Tahap Pembelajaran
Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa dan memotivasi siswa untuk belajar. Kegiatan ini diikuti dengan menyajikan informasi dalam bentuk teks. Pada langkah ini guru menyajikan konsep dan prinsip dasar yang membekali siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang akan diberikan untuk mencapai tujuan belajar yang sudah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya, siswa diorganisasikan dalam kelompok asal. Kelompok asal melakukan diskusi dengan anggota dari kelompok ahli untuk menyelesaikan topik yang ditugaskan kepada mereka.
(Gambar 1. Kelompok Ahli)
(Gambar 2. Kelompok Asal)
2.3.1.3 Evaluasi Mandiri dan Penghargaan Kelompok
Setelah selesai menjelaskan pembelajaran, siswa diharuskan menunjukkan hasil belajar selama bekerja dalam kelompok dengan mengerjakan tes hasil belajar secara individual. Nilai yang diperoleh masing-masing individu diperhitungkan melalui skor perkembangan siswa untuk kelompok asal.
Penentuan skor kelompok diperoleh dari penjumlahan skor perkembangan tiap individu dalam kelompok asal. Penghargaan diberikan terhadap kelompok asal yang berprestasi. Penghargaan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu :
1) Tim Baik (Good Team)
2) Tim Hebat (Great Team)
3) Tim Super (Super Great Team)
2.3.2 Sistem Sosial
Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu cara untuk melatih anak didik untuk lebih aktif untuk berbicara menyampaikan pendapat dalam kelompok maupun dalam kelas. Sehingga antara anak didik yang satu dengan yang lain bisa saling berinteraksi juga dengan guru, karena disini guru mengarahkan siswa dalam mempelajari materi. Anak didik bisa juga menjadi tutor sebaya, bisa saling membantu dengan anak didik lainnya. Selain itu anak didik juga akan lebih bertanggung jawab terhadap pembelajaran diri mereka sendiri juga orang lain.
2.3.3 Prinsip Reaksi
Di sini guru berperan sebagai pendamping, penolong, dan mengarahkan siswa dalam mempelajari materi dalam kelompok. Guru harus mempersiapkan masalah-masalah berupa soal untuk dikerjakan oleh anak didik dan didiskusikan dalam kelompok. Tiap kelompok harus mempunyai skor tertinggi. Terdapat pula penilaian individu, peniulaian individu digunakan untuk mendongkrak nilai kelompok.
2.3.4 Sistem Pendukung
Model pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat diterapkan pada pembelajaran dengan adanya interaksi antar anak didik dan guru. Sarana yang diperlukan unruk mendukung dalam pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw adalah materi yang tercantum dalam materi buku paket maupun Lembar Kerja Siswa (LKS).
2.3.5 Dampak Instruksional dan Penyerta
Model pembelajaran kooperatif Jigsaw memberi dampak positif bagi anak didik. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif Jigsaw, anak didik dilatih untuk menyelesaikan masalahnya dan belajar bertanggung jawab terhadap pembelajarannya. Selain itu anak didik juga dapat meningkkatkan nilai nilainya dengan mengerjakan tugas dari guru.
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Kelebihan :
1) Pendidik berperan sebagai pendamping, penolong, dan mengarahkan siswa dalam mempelajari materi pada kelompok ahli yang bertugas menjelasakan materi kepada rekan-rekannya.
2) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.
3) Melatih anak didik untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
4) Meningkatkan tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Kelemahan :
1) Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok anggotanya lemah semua.
2) Penugasan anggota kelompok untuk menjadi ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
3) Anak didik yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
4) Anak didik yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi ketika sebagai tenaga ahli sehingga dimungkinkan terjadinya kesalahan pemahaman materi.
2.5 Uraian Singkat Pemecahan Masalah
Langkah mengatasi kelemahan model pembelajaran kooperatif Jigsaw:
1) Pengelompokan dilakukan dengan terlebih dahulu mengurutkan kemampuan matematika anak didik dalam kelas, misalnya dalam satu kelas terdapat 32 orang, kita bagi 25% group sangat baik, 25% group baik, 25% group sedang, dan 25% group rendah. Selanjutnya kita akan membagi menjadi 8 kelompok yang tiap anggotanya hiterogen dalam kemampuan matematika, yaitu dalam setiap kelompok terdapat satu anak didik dari group sangat baik, baik, sedang, dan rendah.
2) Sebelum tim ahli kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugas mereka. Bila ditemukan ada anggota ahli yang belum tuntas, maka dilakukan remidial yang dilakukan oleh teman satu tim.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas / Semester : XII / Gasal
Pokok Bahasan : Matriks
Alokasi Waktu : 10 menit
I. Standar Kompetensi
Mampu menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan matriks.
II. Kompetensi Dasar
Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan martiks.
III. Indikator
Menghitung determinan suatu matriks.
Menentukan invers suatu matriks.
IV. Metode dan Model Pembelajaran
Metode : Diskusi dan latihan soal
Model Pembelajaran : Kooperatif tipe Jigsaw
V. Alat Pembelajaran
Papan tulis, Spidol / Kapur, Penghapus.
VI. Langkah-langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal
1. Guru mengucapkan salam pembuka, dilanjutkan presensi kehadiran siswa.
2. Guru menyampaikan Kompetensi Dasar tentang materi yang akan dipelajari.
3. Guru melakukan apersepsi (mengingatkan kembali materi lalu yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan).
B. Kegiatan Inti
1. Guru memilih siswa yang berkemampuan baik untuk dikelompokkan menjadi kelompok ahli.
2. Guru membagi kelompok menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4 sampai 5 siswa perkelompoknya. Setiap kelompok terdiri dari siswa dari anggota ahli dan siswa yang berkemampuan sedang dan kurang.
3. Guru meminta siswa dari kelompok ahli untuk berkumpul.
4. Guru memberikan materi dan soal permasalahan untuk dibahas dan didiskusikan oleh kelompok ahli.
5. Dengan metode diskusi, kelompok ahli memahami materi yang diberikan dan menyelesaikan soal permasalahannya.
6. Guru memberikan bantuan kepada kelompok ahli yang mengalami kesulitan, dan mengawasi jalannya proses diskusi.
7. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal setelah kelompok ahli selesai berdiskusi.
8. Kelompok ahli menjelaskan materi yang telah didiskusikan kepada teman satu kelompoknya dengan berdiskusi.
9. Guru memastikan siswa sudah paham tentang materi yang diajarkan.
10. Guru memberikan beberapa soal evaluasi untuk dikerjakan siswa secara individu.
11. Guru meminta mengumpulkan hasil evaluasi siswa, kemudian menilainya untuk mendapatkan skor siswa. Skor siswa dijumlahkan sesuai dengan kelompoknya untuk mendapatkan skor kelompok.
12. Guru memberi hadiah kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi pertama, kedua, dan ketiga.
C. Kegiatan Akhir
1. Siswa bersama guru membahas LKS dan membuat rangkuman materi.
2. Guru memberikan tugas rumah dari buku paket matematika.
3. Guru menutup pelajaran dengan mengucap salam.
VII. Sumber
Buku Paket Matematika Kelas XII
VIII. Penilaian
1. Penilaian aktifitas siswa dilakukan guru saat siswa bekerja dalam kelompok ahli dan kelompok asal.
2. Penilaian aktifitas juga dilakukan saat guru menjelaskan materi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri.
2. Pergeseran peran guru selama pembelajaran sehingga mendorong adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan pemahaman siswa terhadap konsep dalam belajar agar mencapai hasil yang maksimal.
3.2 Saran
1. Dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw harus memperhatikan tingkat heterogenitas masing-masing kelompok, asal dan pemberian tugas yang akan menjadi tim ahli sesuai dengan kemampuan siswa.
2. Guru harus selalu memupuk tanggung jawab individu dan kelompok dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim M, Rahmdiarti F, Nur M, Ismoyo. 2000. Pembelajaran Kooperatif. University Press.
Isnaniyah, Dyah. 2007. Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan Jigsaw pada Pokok Bahasan Teorema Phytagoras Siswa SMPN 27 Semarang Kelas VIII Semeter I Tahun 2006/2007. Skripsi IKIP PGRI Semarang. h. 23-27 & 144-146. Semarang.
Yasa, Doantara. 2008. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw (online). http://ipotes.wordpress.com/2008/05/15/pembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw/, diakses pada 19 Oktober 2009.
Fitriani, Indah. 2009. Cooperative Learning-Teknik Jigsaw (online). http://ilmupendidikanbiologi.com/Cooperative Learning-Teknik Jigsaw/, diakses pada 30 November 2009.
0 komentar:
Posting Komentar